Kamis, 07 April 2016

Mengubah Cara Komunikasi dengan Anak



Reaksi apapun yang kita terima dari anak-anak kita, adalah hasil dari apa yang selama ini kita tanam
~Bunda Elly Risman~

Setiap orangtua pastilah ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Namun pernahkah Anda, sebagai orangtua, merenung sejenak untuk mengintrospeksi diri terutama tentang hubungan Anda dengan anak-anak?
Menjadi orangtua tidak hanya semata-mata karena memiliki pasangan lalu memiliki anak. Kenyatannya, ada sebagaian orangtua yang belum siap menjadi orang tua, belum mengetahui seluk beluk perkembangan anak. Ini akan mempengaruhi cara orangtua memperlakukan anak.
Salah satu keberhasilan dalam pengasuhan anak adalah adanya komunikasi yang baik yang terjalin antara orangtua dengan anak. Komunikasi ini tidak hanya terjadi satu arah, dari orangtua yang selalu menasehati ataupun memerintah anaknya. Namun juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, atau apapun yang selama ini ada di pikirannya.
Menurut Bunda Elly Risman, seperti yang disampaikan dalam seminar parenting di Hotel Novotel hari Kamis tanggal 7 April 2016, ada beberapa kesalahan komunikasi yang tanpa sengaja dan tanpa disadari sering dilakukan oleh orangtua. Kesalahan komunikasi ini berakibat terbentuknya jarak antara diri anak dengan orangtuanya.

1.     Berbicara tergesa-gesa.
Coba Anda ingat kembali, seberapa sering Anda tergesa-gesa saat berbicara kepada anak? Mulai dari mata terbuka sampai menutup lagi, Anda membombardir anak dengan berbagai perintah, larangan, omelan, bahkan nasehat. Anda melakukannya dalam satu tarikan nafas, dengan kecepatan 25 kata per detik. Sampai-sampai anak Anda meresponnya dengan mengatakan, “ Mama berisik. Pagi-pagi sudah ngomel.”
Dengan berbicara tergesa-gesa terhadap anak, pesan yang ingin disampaikan orangtua ke anak tidak sampai. Anak cenderung berusaha masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Anak menjadi tulalit dan mudah lupa.

2.     Orang tua tidak mengenal diri sendiri, apalagi orang lain (anak)
Pagi terburu-buru. Siang nggak ketemu. Malam sudah tidur. Itulah yang dilakoni sebagian orangtua.  Orangtua memiliki banyak kesibukan, karenanya segala dilakukan secara tergesa-gesa. Orangtua menjadi tidak mampu mengenali dirinya sendiri. Orangtua terlalu sibuk hingga tidak mampu melihat ke dalam dirinya. Lebih sibuk lagi melihat kesalahan orang lain. Termasuk ke dalam diri anak. Orangtua menjadi tidak mengenali kepribadian, keinginan, dan perasaan anak-anaknya.

3.     Lupa bahwa setiap individu terlahir unik
Orangtua lupa kalau setiap anak terlahir unik. Keunikan antara individu yang satu dengan yang lain adalah berbeda. Antara ibu dan ayah, tentu memiliki keunikan yang berbeda. Termasuk anak-anak. Meski saudara kandung, masing-masing anak membawa keunikannya sendiri yang belum tentu sama.
Hal lain yang sering dilakukan orangtua adalah suka membandingkan antara anak yang satu dengan anak yang lain. Sekali lagi orangtua lupa, bahkan saudara kandung yang seayah dan seibu pun berbeda. Apalagi membandingkan anak sendiri dengan anak tetangga yang jelas-jelas orang tuanya berbeda.

4.     Tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan kemauan.
Orangtua tidak dapat membedakan kebutuhan dan kemauan. Ketika anak merengek minta sesuatu, orangtua langsung memberikannya. Hal ini dilakukan agar rengekan anak segera berhenti. Padahal, belum tentu yang diminta anak tersebut adalah kebutuhannya. Bisa jadi itu hanya keinginannya saja.
Kebutuhan anak memang harus dipenuhi. Tapi tidak semua kemauan anak harus didituruti. Kemauan dan kebutuhan setiap individu adalah berbeda. Orangtua harus dapat menimbang, kira-kira apa yang diinginkan anak adalah kebutuhan atau keinginan. Pertimbangkan pula, kira-kira ini benar-benar sudah diperlukan anak atau belum saatnya.

5.     Tidak mengenali bahasa tubuh dan perasaan anak.
Orangtua yang terlalu sibuk dengan berbagai macam aktivitas, tidak memiliki waktu untuk anaknya. Akibatnya mereka tak dapat melihat dan memperhatikan bahasa tubuh anak. Pada kenyatannya, terkadang anak-anak tidak mengungkapkan perasaan dan keinginannya melalui kata-kata. Tapi mereka mengungkapkannya dengan bahasa tubuh: raut wajah, gerak tubuh, sikap, dll.
Saat terjadi sesuatu, orang tua biasanya lebih suka ngomel dan tidak memberikan waktu pada anak untuk menjelaskan. Ini terjadi karena orangtua cenderung tidak punya waktu mendengar lebih lama. Tidak punya waktu untuk mendengarkan perasaan anak dan cenderung menjadi pendengar yang pasif.

6.     Sering menggunakan 12 gaya popular dalam berbicara.
Ini adalah 12 gaya komunikasi yang sering digunakan oleh orangtua. Biasanya ini diucapkan secara spontan dan tanpa disadari. Namun dampaknya justru dengan gaya komunikasi seperti ini akan membuat jarak antara orangtua dengan anak.

Memerintah. = “Bangun! Sekarang!”
Gaya ini digunakan orangtua untuk mengendalikan situasi, agar anak bergegas melakukan sesuatu, cepat selesai, dan benar.

Menyalahkan. = “Mama kan sudah bilang, jangan lari nanti jatuh. Kamu sih nggak dengerin!”
Ini digunakan untuk menunjukkan kesalahan anak, sekaligus pengingat agar anak tidak mengulang kesalahan.

Meremehkan. = “Gitu aja kamu nggak bisa.”
Biasanya ini digunakan orangtua untuk menunjukkan ketidak mampuan anak. Namun dengan cara seperti ini anak justri akan merasa dirinya tidak berharga.

Membandingkan. = “Lihat tuh! Kakak aja bisa. Masak kamu nggak bisa.”
Maksud hati ingin memotivasi anak agar lebih baik lagi seperti sosok yang dibandingkan dengannya. Namun dengan cara seperti ini anak merasa orangtua lebih memerhatikan orang lain dari pada dirinya. Apalagi jika anak dibandingkan dengan saudara kandungnya. Dia akan merasa orangtua pilih kasih.

Mencap / melabeli. = “Anak bandel! Cengeng!!”
Biasanya ini digunakan untuk menunjukkan sikap kurang baik yang dimiliki anak. Namun orangtua lupa, bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan melabeli anak dengan sesuatu yang buruk, maka anak akan berpikir dirinya memang seperti apa yang dilabelkan padanya. Apalagi yang mengatakan itu adalah orangtuanya sendiri.
Alangkah baiknya orangtua mengetahui kelebihan anak, tidak selalu fokus pada kekurangannya. Sapa anak dengan kelebihannya. Seperti: anak mama yang penolong, anak mama yang bacaan al qurannya merdu, dll. Ini akan memberikan energi positive kepada anak.

Mengancam.“Awas ya kalau makanannya nggak dihabiskan!”
Ini biasa digunakan orangtua agar anak patuh dan menuruti perintah. Mungkin akan berhasil, anak akan patuh. Namun efeknya yang terjadi, anak akan merasa cemas dan takut. Untuk menghilangkan rasa cemas dan takut, bisa jadi anak akan melakukan hal buruk agar diri mereka aman. Seperti membuang makanannya di tempat sampah tanpa sepengetahuan Mamanya. Yang penting makanan di atas piring habis.

Menasehati. 
Biasanya orangtua menasehati anak saat terjadi sesuatu. Saat itupula orangtua mengeluarkan semua petuahnya. Sebenarnya ini baik. Orangtua berusaha memberitahu mana yang baik, mana yang buruk. Tapiii … Saat itu anak sedang bermasalah dengan emosinya. Mungkin dia sedang marah, kecewa, sedih, dll. 
Yang perlu diingat adalah … Bukannya tidak boleh menasehati, ya. Hanya saja jangan menasehati seseorang saat sedang bermasalah dengan perasannya. Dia tidak akan mendengar, otaknya tidak bisa merekam. Dia sedang sibuk dengan perasannya. Berilah jeda waktu untuk meredakan emosinya. Carilah saat yang tepat, saat emosinya sudah mereda. 

Membohongi. = “Beli mainannya besok, kalau Mama sudah gajian.” 
Biasanya orangtua menggunakan ini agar urusan lebih mudah. Seperti saat anak merengek menginginkan mainan. Agar anak berhenti merengek, anak dijanjikan akan dibelikan saat sudah gajian. Namun kenyataannya, sampai beberapa kali gajian, anak tetap tidak dibelikan mainan. Dengan demikian anak akan berpikir bahwa orangtua tidak dapat dipercaya. Yang lebih parah lagi jika anak berpikir kalau berbohong itu diperbolehkan.

Menghibur. = “Kalau kamu nggak suka sama dia ya sudah. Cari saja teman lain. Kayak nggak ada yang lain aja.”
Biasanya ini digunakan orangtua untuk membantu anak mengatasi masalahnya agar tidak berkepanjangan. Namun hal ini tidak efektif. Kesannya malah orangtua mengajarkan anak untuk lari dari masalah, bukan menyelesaikan masalah.

Mengkritik.
Mengkritik memang perlu selama kritikan itu untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan anak. Karenanya kritikan harus disampaikan dengan cara yang baik, agar anak tidak selalu merasa bersalah dan gagal.

Menyindir. = “Pantesan hujan deras. Kamu merapikan kamarmu, ya.”
Apa hubungannya coba? Hujan deras dan kamar yang rapi? Perlu dipahami kalau sindiran ternyata dapat menyakiti hati anak. Bisa jadi anak malah menyesal telah melakukan hal itu setelah mendapat komentar yang demikian. Padahal yang dilakukan anak adalah sesuatu yang baik. Alangkah baiknya jika sindiran ini digantikan dengan pujian.

Menganalisa. = “Tuh kan nilai kamu jelek. Kamunya sih terlalu banyak main, malas belajar, bla bla bla ..”
Saat anak melakukan kesalahan, orangtua akan dengan segera menganalisa penyebab kesalahan tersebut bisa terjadi. Maksudnya adalah agar anak ingat dan tidak diulang lagi dikemudian hari. Lagi-lagi, saat anak menyadari telah melakukan kesalahan, dia akan mengalami pergolakan perasaan. Sikap orangtua hendaknya menerima kenyataan bahwa kesalahan itu telah terjadi. Berilah anak waktu sebentar untuk meredakan kegundahannya dan merenung. Setelah semua baik, barulah orangtua dapat mengajak bicara anak dari hati ke hati.

Menurut Bunda Elly, dengan menggunakan cara komunikasi seperti di atas, secara tidak langsung orangtua telah memberikan atmosfer yang kurang baik terhadap anak. Akibatnya emosi negatif lebih dominan pada diri anak. Hal ini dapat melemahkan konsep diri pada anak, membuat anak acuh dan tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan, sulit diajak bekerjasama, merasa tidak punya harga diri dan tidak percaya diri. 
Jika hal ini berlanjut hingga kurun waktu yang lama, maka anak menjadi tidak terbiasa berpikir hingga sulit dalam memilih dan mengambil keputusan. Secara tidak langsung pula, orangtua telah melakukan kekerasan verbal dan emosional terhadap anak. Reaksi lebih lanjut terjadi hanya di bagian batang otak. Sikap yang akan ditunjukkan anak adalah melawan atau diam. 
Karenanya, ada baiknya jika orangtua mulai mengubah cara berkomunikasi dengan anak-anak. Bunda Elly Risman menganjurkan agar orangtua segera berubah, melupakan yang sudah terjadi dan memulai lembar baru dengan anak. Inner Child yang ada dalam diri masing-masing orangtua harus dihilangkan. Pemutusan koneksi dengan pola pengajaran orang tua kita di masa lalu mungkin juga diperlukan. Paling tidak, ambil yang baik dari pola pengajaran tersebut, buang yang buruk.
Kerjasama yang baik antara ayah dan ibu juga diperlukan. Tidak mungkin hanya ayah saja, ataupun ibu saja. Kedua orangtua harus hadir dalam kehidupan anak, dengan membiasakan membaca bahasa tubuh. Bahasa tubuh adalah sesuatu yang penting. Karena bahasa tubuh tidak pernah bohong dan selalu menunjukkan sesuatu yang lebih nyata dari pada bahasa verbal. Lebih mewakili perasaan, siapapun Anda.


Related Post :

29 komentar:

  1. Quote paling atas sangat mengena
    saya sebagai org tua merasa harus terus belajar
    salam sehat dan semangat amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya quote itu memang untuk semua orangtua ^^

      Hapus
  2. Intropeksi.... diri...ambil..kaca...ambil kaca...

    BalasHapus
  3. Makasih oleh-olehnya dari seminar itu..

    BalasHapus
  4. setelah baca ini , byk sekali komunikasiku pada anak yg hrs diubah T_T .

    BalasHapus
  5. paling sulit mengaplikasikan teori si mba hehehe tp sejauh ini qu pny cara sendiri dalam komunikasi dengan anakqu hehehe

    BalasHapus
  6. subhanallah, selama ini cara komunikasi saya dengan anak kurang tepat, hikss

    BalasHapus
  7. Berguna banget nih mba buat aku instrospeksi dalam berkomunikasi dengan anak :)

    BalasHapus
  8. duh...semua kesalahan di atas kyknya prnh aku lakuin deh -__-.. memang hrs dobel sabar ya mbak berkomunikasi dgn anak ini.. itu tuh yg susaaah bener mw dilakuin, sabar :(.. keseringannya aku ga sabar duluan kalo udh dgr anak rewel ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat, Mbak! Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki ^^

      Hapus
  9. saya tidak sempurna, tapi saya tak melakukan yang tertera di artikel kecuali kefefet (haiyahhh membela diri). pas banget buat orang tua yang sibuk dan sok sibuk

    BalasHapus
  10. wah serem banget yang pake ngancem awas kalau makan ga dihabiskan. aku juga kadang keceplosan bilang malas...jadi menyesal

    BalasHapus
  11. Belajar jadi orang tua kelak melalui postingan ini aku Mbak ;)

    BalasHapus
  12. Huhuhu saya masih melakukan yg ini nih --> Menyalahkan = “Mama kan sudah bilang, jangan lari nanti jatuh. Kamu sih nggak dengerin!”

    BalasHapus
  13. Duh, banyak kesalahan komunikasi yang masih saya lakukan Mak :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak ada kata terlambat untuk berubah, Mak ^^

      Hapus
  14. itu yang mengancam, kadang masih sering kelepasan. Kadang sebagai orangtua kita pengennya shortcut aja he he he

    BalasHapus

Terima kasih telah berbagi komentar